Sistem Hukum

  1. Pengertian (a. sebagai sub sistem, dari hukum materiil & formil, hukum perdata & publik, b. Sebagai kesatuan dari komponen : struktur,substansi, budaya : hukum)
  2. Sumber Hukum (a. dipahami sbgi, : asas hukum-sumber hukum terdahulu-sumber kekuatan yg berlaku secara formal-sumber dr mana hukum itu diketahui-sumber yg menimbulkan hukum,  b. berbentuk : sumber hukum materiil (faktor yg memberi kontribusi bagi isi hukum)-sumber hukum formil (UU,konvensi,yurisprodensi,traktat/kovenan,perjanjian,doktrin/pendapat pakar)
  3. Hierarki Peraturan Per-UU-an (UUD 45-TAP MPR-UU/PERPU-PP-Perpres-Perdaprov-perdakab)
  4. Norma Sosial : Norma hukum-norma kepercayaan/agama-norma kesusilaan-dan norma kesopanan, yg semua itu berpengaruh pd tindakan dan batindlm sistem hubungan sosial.

Sistem Hukum

Sistem Hukum dapat dipahami, dalam pengertian :

  1. Sebagai kesatuan dari komponen/unsur (subsistem) hukum : materiil dan formil, perdata dan publik;
  2. Sebagai kesatuan dari komponen2-nya : a. Struktur hukum = kerangka yg memberi bentuk dan batasan pd sistem hukum, yg unsur2nya : ekskutip, legislatip, dan yudikatip, b. Substansi hukum = aturan,norma, dan perbuatan manusia yg nyata, ( contoh : aturan penggunaan helm, c. Budaya Hukum = tampak dalam kepercayaan, kepemilikan, dan harapan (Indonesia = pengelolaan tanah dan hutan, USA=menyelesaikan perkara di pengadilan, Cina+Jepang malu menyelesaikan perkara di pengadilan).

Negara Hukum

Negara yg berdasarkan hukum, memiliki 4 ciri :

  1. Perlindungan HAM,
  2. Pembagian Kekuasaan,
  3. Pemerintahan berdasarkan UU, dan
  4. PTUN.

Pemerintah dan DPR berwenang utnuk bersama membentuk UU. Di level daerah, Kepala Daerah da DPRD berwenang untuk bersama membentuk Peraturan Daerah (Perda). Pemerintah Pusat/Daerah membentuk peraturan pelaksanaan untuk menjalankan berbagai kegiatan, yang disebut kebijakan (policy).

Poin kata sambutan “Hamdan Zoelfa”

Dinamika hubungan rakyat dengan negara sering mengalami ketegangan. Predikat negara manakala memiliki kekuasaan penuh (kedaulatan) atas suatu wilayah, membuat rakyat sering tidak berdaya terhadap kuasa negara. Pada titik tertentu, kuasa negara melalui penguasanya menindas, perlawanan rakyat sebagai jawabannya.

Hasil perlawanan rakyat, melahirkan konsep hubungan rakyat dan negara, antara lain : Pemisahan kekuasaan, HAM, demokrasi, pelaksanaan kekuasaan berdasarkan hukum, lembaga peradilan yang independen, dll, yg saling terkait dalam konsep negara hukum (rechtsstaat) atau rule of law, termasuk civil society. Kesemuanya itu dalam rangka pembatasan kekuasaan negara. Landasan utama konsep hubungan negara dengan rakyat : “karena rakyat dan untuk rakyatlah, negara diadakan”.

Rakyat tidak memiliki kuasa apapun berhadapan dengan negara, manakala proses demokrasi telah dilaksanakan, kecuali melalui jalur hukum. Dengan demikian, kerangka hubungan yang ideal antara negara dan rakyat adalah kerangka hubungan yg menjunjung tinggi HAM, hukum yg demokratis, dan independensi lembaga peradilan. Di atas semua itu, etika dan nilai-nilai agama haruslah menjadi landasan utama.

Sesungguhnya, kata Aristoteles (sang filsuf Yunani), hubungan ideal antara negara dengan rakyat tidak rumit, jika sang penguasa itu seorang filosof, ataupun seorang nabi/rosul sebagaimana termaktub dalam kitab suci. Masalahnya, filosof dan itu jumlah dan kurun wktunya sedikit sekali.

Sebuah buku Panduan dari YLBHI, yang menjadi pedoman bagi siapapun saat berhadapan dengan masalah hukum dan ketidakadilan, memberi banyak keuntungan bagi rakyat, namun masih terlalu banyak rakyat yang tidak paham hukum.