Hidup itu memilih

Rosululloh tidak akan memilih dari dua perkara kecuali dipilihlah yang lebih mudah, selama tidak mengandung unsur dosa. Dalam hal mengandung unsur dosa, maka beliau-lah sebagai manusia yang paling menjauhinya. Rosululloh tidak melakukan kerusakan karena kehendak dirinya sendiri, kecuali sebab dirusaknya kebenaran/kehormatannya Allah. (Al-Hadits).

Semoga pelajaran dalam mengarungi setiap elemen kehidupan, yang kenyataannya hampir serba harus memilih, bisa dilakukan sebagaimana mestinya.

 

Layanan umum

Ada sektor yg bagaimanapun kondisinya akan dianggap oleh masyarakat sebagai tanggungjawab pemerintah, sebaliknya ada sektor yg dianggap bukan tanggung jawab pemerintah. Tanggungjawab dimaksud khususnya terkait pembebanan anggaran dari pemerintah.

Kenyataannya, sektor : sandang-pangan/pertanian-pendidikan-kesehatan-perumahan, transportasi, yg selama ini dianggap “costly” sudah terlihat mampu berkompetisi dengan pihak swasta. Sebaliknya, sektor yg tdk terkait kebutuhan dasar (misalnya : keuangan-industri-perdagangan-pertambangan-telekomunikasi) sudah mampu memberikan kontribusi ke negara, tidak hanya dalam bentuk pajak tapi juga yg bersifat non-pajak.

Titik temu kedua sifat anggaran tersebut diperuntukkan pada kegiatan yang bersifat layanan umum, dalam bentuk program public service obligation/PSO, atau universal service obligation/USO.

Busway : Uji kesabaran dalam sejam

Artikel Harian Kompas (Edisi 1-2-16), menyajikan “Warga Didorong Naik Transjakarta” dan  “Fasilitas Pendukung Masih Tidak Memadai”, belum menjawab kenyamanan yang diharapkan penumpang. Bagaimana tidak !, sumpah serapah dari rasa nyaman pupus saat di Halte Kuningan Barat menuju Dukuh Atas, yang luput dari pengamatan.

Beberapa koreksi disampaikan media di akhir artikel, hanya saja drama sekitar sejam (antara pkl. 7.30 hingga 8.30 di hari kerja). Halte tersebut sebagai transit dari arah Halte BNN menuju Grogol/Ragunan/Dukuh Atas, tampak kontras. Busway yang menuju Ragunan kosong-melompong, sedangkan yang menuju Dukuh Atas, berjubel.

Teriakan petugas busway untuk mengatur penumpang bagi yg keluar dan/ masuk, tidak mampu mencegah penumpang yg berdesakan, akibat ketidakseimbangan antara yg keluar dan yg masuk. Sumpah serapah penumpang disertai caci maki, belum lagi penumpang yang memanfaatkan situasi dengan kreativitas (?) perilaku jahilnya. Mengatasi penumpangan di jam tersebut harus segera diatasi oleh Manajemen Busway, khususnya di titik Kuningan Barat tersebut maupun di titik lainnya.

Terpikir, kenapa busway kecil (ex Kopaja) tidak dijadikan solusi kebijakan dalam jangka pendek itu (diskresi). Daripada Busway kecil tersebut menuju Ragunan melompong, melalui diskresi dari aparat Polantas-Operator Busway, melakukan terobosan. Pada jam padat tersebut, tidak perlu sampai ke Ragunan, tapi bisa balik arah dialihkan ke Dukuh Atas. Siapa tahu sumpah serapah sudah tidak terdengar lagi.

G0lkar menjawab

Curhat Ical soal kepahitannya untuk tidak hanyut di aliran politik. “Sedih, pahit. Kita harus pandai membaca situasi. Di Indonesia terkadang politik ada di atas supremasi hukum. Kita terima ini untuk persatukan kembali Partai Golkar. Kita terima mesti pahit,”  tuturnya. (Detiknews” 24-1-2016″).

Makna pesan Ical tersebut :

  1. Politik penuh ketidak pastian,
  2. Supremasi hukum berada dibawah politik,
  3. Harus pandai membaca situasi, baik politik maupun hukum,
  4. Kondisi tersebut harus diterima meskipun pahit asal Golkar tetap bersatu.

 

Pure theory of law

Ada beberapa kasus yang akhir2 ini, menyita perhatian banyak kalangan masyarakat karena ke-gaduhannya, antara lain : problem internal partai golkar, internal partai PPP, kasus mama minta pulsa, freeport itu sendiri, teror bom Thamrin. Lalu melalui massmedia sebagai sarana, banyaklah analis2 dengan sudut pandang masing-masing, sayangnya tidak terstruktur, bahkan cenderung liar.

Kalau kita tidak mampu menilai suatu kejadian itu esensinya apa, maka kita akan debat kusir unntuk menyelesaikan masalahnya. Masalah tidak terselesaikan, malah menimbulkan masalah baru.

Teringat pelajaran filsafat hukum, dimana Hans Kelsen dengan teori “Pure theory of law-nya”, bahwa masalah hukum hanya bisa diatasi dengan cara hukum, artinya dalam hal ada singgungan dengan politik, maka masalah politiknya yaa harus diselesaikan sendiri dengan cara kompromi. Demikian halnya, terhadap sosial, politik, ekonomi, dll yaa harus diselesaikan dengan cara nya sendiri.

“Usaha itu tidak ada ruginya”

Masuk kerja sebagai CPNS di instansi Ditjen Postel Departeman Perhubungan (saat itu), sekitar Oktober 1981 melalui test, dengan pangkat “Pengatur Muda” karena jalur SLTA. Sambil kuliah di UT jurusan Administrasi Negara selama 4 tahun, akhirnya dalam tempo 10 tahun (seharusnya 16 tahun) pangkat dan golongan menjadi Penata Muda tk.I (III/a), akibat kenaikan pangkat karena penyesuaian ijazah.

Pada pangkat III/b diberi tugas menduduki jabatan “PLT” Kasubag Perbendaharaan, lalu naik pangkat dengan durasi 2 tahunan, akhirnya menduduki pangkat IV/a (Pembina Mida Tk.I). Bukan formalitas itu yang penting untuk di share, tetapi substansi dalam perjalanan melaksanakan pekerjaan.

Berbeda rekan sepekerja lainnya, yang terlihat langsung “in”, karena tidak asing dengan dunia kerja, apalagi banyak diantaranya sudah bekerja dengan status harian, ada pula yang sudah punya relasi, entah karena teman atau saudara. Berbeda dengan penulis, yang baru merantau lalu melamar kerja karena info dari rekan. Rekan sendiri tersebut tidak ikut daftar, karena memilih ikut test di PT. Telkom.

Memasuki dunia birokrasi, banyak faktor, sebut saja apakah terkait teknis-non teknis, memungkinkan pegawai itu akan banyak menganggur dan “bengong”bila menunggu diberi pekerjaan oleh atasan atau share sesama rekan, ataupun disertai “ngerumpi”. Penulis memilih harus berusaha, yang saat itu paling mungkin usaha dengan mempelajari segala macam peraturan, diperintah atau tidak oleh atasan. Setiap peraturan dibuat summary sesedemikian rupa, apalagi dalam bentuk tulisan steno,sehingga  memungkinkan sebuah UU  bisa tertuang  dalam 1-2 lembar kertas saja.

Pada saat pergantian pejabat, Kepala Bagian Keuangan-nya (Bpk. A. Talib Rachman) berkarakter visioner, tidak  memperdulikan senior/yunior, pertemanan/subyektivitas, tapi lebih cenderung obyektivitas dengan penguasaan materi. Karena sering isu tidak terjawab oleh peserta rapat/staf, dan kebetulan penulis tinggal menjawab karena ada dalam catatan berbentuk tulisan steno, akhirnya penulis menjadi kontributor bahan, umumnya setiap rapat.

Perubahan kondisi tersebut tidak membuat polah bagi penulis, kecuali mengingat ajaran baik di keluarga maupun di pengajian, bahwa tidak rugi orang yang berusaha, tidak akan percuma orang yang belajar.

 

Bluefire

Konon, ada dua Bluefire di muka bumi.  Satu di Alaska, sedang yang satunya ada di Kawah Ijen Kabupaten Banyuwangi.  Entah sejak kapan persisnya obyek wisata tersebut jadi terkenal bahkan di mancanegara. Secara fisik, bluefire akan tampak di keadaan tertentu  malam hari asal tidak hujan atau mendung, dan terlihat sempurna sekitar bulan Juli-Agustus karena bulan tepat diatas kawah.

Perbaikan infrastruktur nampak intensif dilakukan oleh Pemda, apalagi sekaligus menjadi event tahunan balap sepeda internasional (Tour de Ijen). Hanya saja perbaikannya terasa sampai di Paltuding. Sedangkan area track pendaki dari Paltuding hingga ke puncak lalu turun  ke kawah, yang ditempuh antara 3-5 jam, kurang dijadikan perhatian. Hal ini terlihat banyak sudut yang membahayakan keselamatan pendaki, bahkan tidak jarang memakan korban.

Akses komunikasi, sinergi dengan Pemda Kabupaten Bondowoso, koordinasi dengan Kementerian Kehutanan dan Kementerian Kominfo, menjadi pekerjaan rumah yg perlu dituntaskan. Catatan prestasi di bidang pariwisata  berbasisi lokal, khusunya pertanian dan perikanan membuahkan hasil dengan banyaknya perguruan tinggi yang membuka program di Banyuwangi. Kini infrastruktur transportasi dari dan Banyuwangi telah lengkap, mulai dengan darat (bis), kereta api, laut (semula dari penyeberangan di Ketapang, sekarang ada akses kapal cepat ke Pantai Boom), melengkapi akses dari dan ke Denpasar-Banyuwang-Surabaya pp.

 

“Pshikologi”-ilmu macam apa tuh

Sebagai inspirasi dan atau motivasi,tekad dalam perantauan, dalam kurun waktu tertentu tidak mendapat pekerjaan di Jakarta, maka pulang kampung. Upaya lamaran pekerjaan dengan kualifikasi SMEA tercatat 52 sasaran, 50 ke obyek perusahaan/swasta, sedang yang dua ke instansi pemerintah. Faktanya, test administrasi banyak lulus karena memang rata2 nilai raport bagus, mulai tereliminir ketika masuk ke test tertulis, akhirnya banyak gugur pada tahapan test pshikologi.

Ternyata yang lulus di dua instansi pemerintah, dan masuk pada instansi yang pertama memanggil. Kurun waktu terus berjalan, tidak menyurutkan rasa penasaaran untuk kerja di BUMN/Perbankan, dengan meninggalkan “PR”, parameter apa yang menentukan sehingga tidak lulus test psikologi. Beberapa tahun kemudian terjawab pertanyaan itu, oleh seorang rekan sesama hobi main bola. Cukup panjang menjelaskan, namun esensi-nya diperlukan “referensi”, karena bidang yang saya lamar terkait keuangan.

Sungguh terasa lega, walau rasa penasaran terjawab beberapa tahun kemudian. Kebanggaan rasa kesendirian dalam berjuang mendapatkan pekerjaan, bahwa psikhologi terkait ketepatan/penjaminan/guarantee, tidak cukup hanya dengan kemampuan dan pengetahuan.

Start-up : Tantangan +/atau Peluang

Akhir tahun 2015, banyak berita dan pemberitaan terkait  “start-up”company, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di forum  internasional. Konon tahun 2019 seluruh negara sudah harus menerapkan start-up. Dari beberapa literatur,  makna strat-up cenderung ke “rintisan usaha” seperti halnya,  “UMKM” selama ini, hanya saja start-up fokus dibidang/terkait  ICT.

Ada baiknya sebelum menerapkan pekerjaan rumah ini, kasus “MVNO” (mobile virtual network operator) sudah bisa dituntaskan, khususnya  dari sisi policy dan regulasi, melalui revisi/melahirkan UU baru sebagai pengganti UU 36/99. Apalagi sudah menelan korban, yaitu Pak Indar (Kasus IM2). Struktur industri yang selama ini terbagi dalam : jaringan – jasa, sudah berubah menjadi : infrastruktur-aplikasi-content.

“PR” lain yang perlu segera dituntaskan tentu terhadap pengelolaan dana “USO”.  Tidak lagi seperti sekarang hanya berdasarkan PP yang mengatur PNBP dari turunan UU PNBP, sedang UU Telekomunikasi sendiri tidak mengaturnya. Kebijakan terhadap pemilihan model “jasa lainnya” dari Pengadaan barang dan jasa, belum cukup menjawab banyak pertanyaan dikalangan stakeholders.

 

 

 

Besuki bukan hanya Jember-Banyuwangi

Sebuah list yg sempet terbaca tentang kabupaten yang masuk kategori daerah tertinggal, ternyata ada Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Bondowoso. Kedua kabupaten tersebut ada di eks  Karisedenan Besuki, Jawatimur bagian timur. Adapun, kabupaten lainnya, yaitu Jember dikenal “sektor” pendidikan dengan “Universitas Jember-nya, sedang Kabupaten Banyuwangi, dikenal pariwisata dan pertanian-nya.

Beberapa tahun lalu, saat eforia pemekaran wilayah, klarifikasi disampaikan pada kakak penulis (alm) yg kebetulan menjabat sebagai sekretaris DPRD Banyuwangi, “Kenapa eks Karisedenan Besuki tdk serius di wacanakan sebagai propinsi paling timur pulau Jawa ?”. Jawaban beliau cukup praktis dan tidak populis, yaitu bahwa perbedaan “anggaran dengan belanja” tidak signifikan. Bandingkan dengan eforia pembentukan propinsi Madura, dengan sentimen ke-madura-an, aspek sosial politik keterpinggiran jadi mudah diproses.